Cerpen seri 1
Ketika sampai dihalte, saya melihat anak-anak itu bermain kejar-kejaran ditrotoar. Setiap kali kaki-kaki kecil itu menyemtuh bumi, debu-debu yang menempel ditubuh mereka berloncatan ke segala arah. Kaki-kaki itu tidak beralas. Daki hitam yang melekat di kaki itu terlihat sudah seperti menyatu dengan kulit kaki mereka. Benar-benar legam. Benar-benar busik. Banyak juga kakinya yang dipenuhi dengan aneka luka, borok, koreng, dan bisul melentingyang setiapnsaat bisa memuntahkan nanah. Ah, mengapa kaki itu bisa terlihat begitu mengenaskan?
Mereka terlihat begitu asyik bermain kejar-kejaran, tanpa peduli dengan asap knalpot yang tidak henti-hentinya menerpa wajah-wajah mereka.
Saya mendengar salah seorang dari mereka berteriak lantang, "awas, kalau ketangkep gue bunuh lo!"
Anak-anak kecil, o, anak-anak kecil, mengapa kalimat sekejam itu bisa meluncur dari mulutmu yang mungil? Berapa usiamu? Benarkah kamu sudah bisa membunuh?
Lampu lalu-lintas berwarna merah. Semua kendaraan bermotor menghentikan lajunya. Layaknya seekor kucing yang mengendus amis ikan, anak-anak itu menghentikan permainan kejar-kejarannya dan langsung turun ke jalan. Mereka menghampiri setiap mobil yang berhenti. Ada yang langsung bernyanyi sambil menggoyang-goyangkan botol plastik berisi beras, ada yang bernyanyi sambil menepuk-nepukkan kedua tangannya, dan ada pula yang hanya mengetuk-ngetukan jari telunjuknya ke salah satu kaca mobil sedan dengan raut wajah yag dibuat semenderita mungkin. Dengan harapan, agar orang yang berada didalam mobil sedan itu merasa iba kepadanya, berkenan membuka kaca jendelanya, dan memberikan uang recehan untuknya. Yeah... Apalah artinya uang recehan bagi mereka yang berada didalam mobil sedan?
Saya tertegun, saya kembali teringat dengan cerpen milik Seno Gumira Ajidarma yang berjudul, 'Anak-Anak Langit'. Dalam cerpen itu desebutkan bahwa anak-anak itu tidak dilahirkan oleh rahim seorang ibu, melainkan oleh rahim kemiskinan. Hmm, benar-benar penggambaran yang mengenaskan.
Dari halte ini, saya dapat melihat mata anak-anak itu. Tajam, kehidupan macam apakah yang dengan ajaibnya berhasil menajamkan tatapnnya itu? Saya tidak dapat melihat apa-apa di mata mereka, selain ketajamannya.
Lampu hijau menyala, anak-anak itu kembali berlarian ke trotoar, kembali melanjutkan permainan kejar-kejarannya. Semua kendaraan melaju. Mesin-mesin menderu. Asap knalpot kembali mencemari udara. Kabut polusi kembali beraksi, saya mendengar salah seoran dari anak-anak itu berteriak lantang, "Sialan! Belum dapet duit, lampunya udah keburu ijo! Sialan!"
Aih, belajar memaki darimana dia? Bukankah dia masih anak-anak, yang mungkin usianya masih sepuluh tahun, dan tidak patut mengeluarkan kalimat semacam itu? Saya tidak dapt menjawab apa-apa. Saya hanya tertegun melihat pola tingkah laku mereka.
Tiba-tiba sebuah mobil menyerempet seorang pemuda yang sedang mengendarai sepeda motor, pemuda itu hampir terjatuh.
"Sialan! Baru belajar naik mobil ya? Dasar! Somprett!" teriak pemuda itu lantang!
Seorang anak bermata tajam mendengar teriakan pemuda itu dan langsung menirukannya.
"Sialan! Baru belajar naik mobil ya? Dasar! Somprett!"
Saya langsung menelan ludah sendiri, cepat sekali dia menangkap kalimat pemuda tadi. Mungkin saya berpendapat setiap kalimat yang meluncur dari bibir mungil mereka adalah kalimat yang dapat dari jalanan. Oh, berapa juta kalimat yang tercecer dijalanan? Saya kembali menelan ludah. Sebab, tak ada badan khusus yang bertugas menyensor kalimat-kalimat jalanan. Seperti tadi, saya tak dapat berbuat apa-apa.
content terkait : movie download free movie downloads free free movie downloads justin bieber movie movie tavern williamsburg va online movie streaming movie torrents movie streaming faster movie movie tavern movie download sites diary of a wimpy kid movie movie downloads full movie free movie streaming free movie
0 Response to "ANAK-ANAK BERMATA TAJAM"
Posting Komentar